Smokeless Society’s Weblog

satu lagi dari MITRO ( Masyarakat Indonesia Tanpa Rokok )

Archive for the ‘Buku : Belum Haramkah Merokok?’ Category

Absurditas Kaum Miskin

Posted by duniatanparokok pada Januari 30, 2008

Kaum miskin adalah kelompok masyarakat yang paling mudah terkesiap oleh kibasan tongkat Dewi Peri (baca: rokok). Lihat saja hasil Survei Ekonomi Nasional Badan Pusat Statistik (BPS). Data menunjukkan bahwa pengeluaran keluarga miskin untuk rokok lebih besar daripada untuk biaya kesehatan dan pendidikan. Tahun 1999, keluarga miskin menghabiskan 5,3 persen pengeluaran untuk rokok, sementara untuk kesehatan dan pendidikan masing-masing hanya 1,7 dan 2,9 persen.

Tahun 2002, belanja rokok untuk keluarga miskin naik menjadi 6,8 persen, sementara untuk kesehatan dan pendidikan hanya 2,1 dan 2,5 persen. Tahun 2003, belanja rokok mencapai 7,6 persen, sementara untuk kesehatan dan pendidikan hanya 1,9 dan 2,6 persen. Tingkat konsumsi rokok keluarga miskin dari tahun ke tahun juga terus meningkat, sementara tingkat konsumsi kebutuhan pokok cenderung menurun atau naik sedikit saja. Tak mengherankan mengapa banyak ditemukan anak yang menderita busung lapar di tengah keluarga miskin, karena alokasi makanan pokok – termasuk susu — dialihkan untuk membeli rokok.

Data lain, alokasi belanja rokok kelompok masyarakat miskin juga lebih besar dari warga kaya. Tahun 2004, orang miskin mengalokasikan 10,9 persen anggarannya untuk rokok, sementara orang kaya hanya 9,7 persen. Diperkirakan pada 2007, jumlah keluarga miskin di Indonesia sebesar 19 juta jiwa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 2/3 laki-laki keluarga miskin merokok, sehingga diperkirakan 12 juta kepala keluarga miskin adalah perokok. Fakta lain, ternyata jumlah belanja rokok kelompok masyarakat miskin (Rp 23 triliun/tahun) lebih gede dari anggaran APBN untuk DEPKES (hanya Rp 17 triliun).

Absurditas perilaku masyarakat miskin, yang lebih mementingkan konsumsi rokok daripada kebutuhan pokok, itu masih bisa dimengerti. Maklumlah, masyarakat miskin secara umum berpendidikan rendah. La yang berpendidikan tinggi saja juga sulit melepaskan diri dari rokok – bagi mereka yang sudah ketagihan. Tampaknya kebiasaan merokok menjangkiti manusia secara lintas batas usia, latar belakang pendidikan, strata ekonomi dan lintas etnis, apalagi agama. Akal sehat dan moralitas cenderung tak berlaku dalam soal merokok.

Penyair Taufiq Ismail dalam beberapa puisinya sangat tepat menggambarkan kebiasaan buruk di kalangan masyarakat dari semua kelas sosial. Simak sebagian bait berikut: “Indonesia adalah sorga luar biasa ramah bagi perokok, tapi tempat siksa tak tertahankan bagi orang yang tak merokok, di sawah petani merokok, di pabrik pekerja merokok, di kantor pegawai merokok, di kabinet menteri merokok, di reses parlemen anggota DPR merokok, di Mahkamah Agung yang bergaun toga merokok, hansip-bintara-perwira nongkrong merokok,…”

Bahkan dalam bait lain, Taufiq Ismail berani menyindir kalangan kiai yang umumnya menjadi teladan moral bagi masyarakat, yang tak juga lepas dari dosa merokok. Baca saja: “Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru, diam-diam menguasai kita. Di sebuah ruang sidang ber-AC penuh, duduk sejumlah ulama terhormat merujuk kitab kuning dan mempersiapkan sejumlah fatwa. Mereka ulama ahli hisap. Haasaba, yuhaasibu, hisaaban. Bukan ahli hisab ilmu falak, tapi ahli hisap rokok. Di antara jari telunjuk dan jari tengah mereka terselip berhala-berhala kecil, sembilan centi panjangnya, putih warnanya, ke mana-mana dibawa dengan setia, satu kantong dengan kalung tasbih 99 butirnya…”

Di mata Taufiq Ismail, rokok telah menjadi tuhan baru bagi para perokok, termasuk kalangan kiai yang sehari-hari membawa 99 biji tasbeh untuk mengingat Tuhan. Jadi tak berlebihan jika kebanyakan kaum miskin pun mudah terkesiap oleh kibasan tongkat Dewi Peri, istilah lain untuk rokok yang dipakai oleh penulis buku ini. Wusss, kruiinggg… *

Posted in Buku : Belum Haramkah Merokok? | Leave a Comment »

Musuh Duapuluh Tahun Mendatang

Posted by duniatanparokok pada Januari 24, 2008

Musuh Yang sulit Dipegang

Dalam setiap kemasan rokok pasti tercantum kalimat: merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi dan gangguan kehamilan dan janin. Toh kalimat peringatan itu tak membuat sebagian besar perokok untuk berhenti merokok. Salah satu alasan sulitnya banyak orang menerima bahaya penggunaan tembakau terhadap kesehatan, karena penyakit akibat merokok tidak timbul seketika. Penyakit akibat konsumsi rokok seperti kanker paru baru akan terasa 20 sampai 25 tahun setelah seseorang mulai merokok. Bila seseorang tergolek di ranjang rumah sakit karena kanker paru-paru, barulah dia akan sadar bahwa rokok benar-benar sebagai musuhnya.

Walau sudah sering diungkap dalam banyak tulisan, kandungan beracun rokok memang harus selalu dibeberkan. Seperti diketahui asap tembakau mengandung 4000 bahan kimia, tar, dan nikotin, termasuk 43 di antaranya yang diketahui menyebabkan kanker (karsinogen) pada manusia. Nikotin merupakan racun alkaloid yang hanya ada di dalam tembakau, bersifat sangat adiktif (menyebabkan ketagihan) dan mempengaruhi otak dan susunan saraf pusat.

Dalam jangka panjang, nikotin akan menekan kemampuan otak untuk mengalami kenikmatan, sehingga perokok senantiasa membutuhkan kadar nikotin yang lebih tinggi untuk mencapai tingkat kepuasan dari ketagihannya. Sifat nikotin yang sangat adiktif ini dibuktikan oleh adanya jurang antara jumlah perokok yang ingin berhenti merokok dan mereka yang berhasi. Survei pada anak-anak sekolah usia 13-15 tahun di Jakarta menunjukkan bahwa 20,4% adalah perokok tetap,dan 80% di antaranya ingin berhenti merokok tetapi tidak berhasil.

Konsumsi rokok, termasuk perokok pasif, mengakibatkan berbagai macam penyakit, antara lain paru-paru, jantung, kanker, gangguan kehamilan dan lain-lain. Pada paru-paru, zat-zat berbahaya dari asap rokok bisa menimbulkan sejumlah penyakit serius seperti penyakit paru obstruktif kronis, kanker paru dan penurunan faal paru. Pada jantung, seorang perokok beresiko tiga kali lebih besar terkena serangan jantung dibandingkan mereka yang bukan perokok.

Para perokok juga beresiko terkena kanker mulut lima kali lebih besar, karena asap rokok dihisap melalui mulut. Kemungkinan terkena anker tenggorokan bagi perokok juga sembilan kali lebih besar daripada mereka yang tak merokok. Perokok juga beresiko terserang beberapa jenis kanker lain seperti kanker kandung kemih, kanker bibir, lidah, pankreas, esofagus, dan kanker leher rahim.

Perokok perempuan berusia 35 tahun ke atas beresiko meninggal akibat kanker paru 12 kali lebih besar daripada perempuan yang tak merokok. Selain itu rokok juga bisa mengakibatkan ganggung rteproduski pada pria maupun wanita. Gangguan pada pria dapat berupa impotensi, kemandulan, dan gangguan sperma. Pada wanita gangguan itu berupa nyeri haid, menopause lebih dini, dan kemandulan. Di masa kehamilan, rokok meningkatkan resiko keguguran, kelahiran prematur, kematian bayi lahir, turunnya berat badan janin, gangguan tumbuh kembang, gangguan oksigenisasi, dan gangguan enzim pernafasan pada janin (Republika, 7 Januari 2007). Nikotin dan zat kimia lain dalam tembakau mengalir juga dalam air susu ibu (ASI). Anak yang menjadi perokok pasif sekaligus mendapat ASI yang tercemar zat kimia dalam tembakau memiliki kadar kotinin (hasil tambahan nikotin) yang tinggi dalam urin mereka.

Bahaya akibat konsumsi rokok itu tak terbatas pada rokok konvensional. Cerutu, pipa, shisha, dan rokok lintingan memiliki konsekuensi yang sama dengan rokok biasa. Juga rokok dengan kadar tar rendah atau kadar nikotin rendah tak mengurangi bahaya merokok. Tak mengherankan bila Organisasi Kesehatan Dunia pada 2003 melarang pernyataan yang menyesatkan tentang adanya rokok jenis light, mild maupun rendah tar.

Musuh berupa asap rokok memang tak mudah dipegang. *

Posted in Buku : Belum Haramkah Merokok? | Leave a Comment »